Aisyah Istri Rasulullah yang Sangat Dibenci Kaum Syiah
Jika kita membuka trending di Youtube beberapa hari terkahir, maka akan didapati deretan video yang berisi tentang video lagu yang tengah viral. Lagu itu berjudul Aisyah Istri Rasulullah. Seminggu terakhir lagu ini menjadi trending topik yang meramaikan jagat media sosial.
Lagu Aisyah Istri Rasulullah ini menjadi populer karena banyak dinyanyikan ulang (dicover) oleh para penyanyi dan para Youtuber. Sebut saja; Nisa Sabyan yang kerap mencover lagu-lagu dengan nuansa islami, video covernya atas lagu ini telah ditonton sebanyak 19 juta penonton dalam waktu satu minggu.
Sedangkan di urutan pertama ada cover dari kanal Youtube Syakir Daulay dengan penonton sebanyak 20 juta dalam waktu enam hari. Kemudian disusul dengan video-video dari berbagai kanal Youtube lainnya dengan viewer yang juga mencapai angka jutaan.
Melihat fenomena ini, ada pesan positif dari lagu yang sudah muncul sejak 2017 ini, sekilas jika dilihat sambutan penonton Indonesia, menunjukkan lagu ciptaan Mr. Bie, penyanyi asal Malaysia ini membawa pesan positif sebagai upaya mengenalkan Ibunda ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha kepada kaum muslimin.
Meskipun, sebagian kalangan kontra dengan hadirnya lagu ini, yang dinilai tidak etis dari segi lirik karena menggambarkan Ibunda ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha terlalu hiperbolis. Walaupun jika diteliti dengan seksama, sebenarnya lirik lagu ini ternyata tidak bertentangan dengan riwayat-riwayat shahih yang menggambarkan hal tersebut.
Hadirnya lagu Aisyah Istri Rasulullah ini perlu disikapi dengan bijak. Sisi negatifnya memang ada, namun perlu juga melihat sisi positifnya. Dan juga tidak menutup mata dari niat baik penulis lagu yang (mungkin) menjadikan lagu ini sebagai sarana dakwah.
Terlepas dari itu semua, tulisan ini tidak ingin membahas hukum bermusik—yang telah disepakati oleh ulama atas hukum haramnya, atau pro-kontra lagu ini sebagai sesuatu yang pantas atau tidak pantas untuk dinyanyikan—dari sisi penekanan konten maupun cara penyampaiannya.
Paling tidak ada dua hal positif yang penulis tangkap dari viralnya lagu ini,
Pertama, sebuah pesan bahwa memuliakan dan mencintai istri Nabi yang juga sebagai ibu orang-orang beriman adalah kewajiban.
Kedua, upaya melawan kampanye aliran Syiah di Indonesia maupun di dunia yang membenci sahabat dan istri-istri Nabi shalallahu ’alahi wa salam. Terlebih lagi kebencian mereka terhadap Abu Bakar ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu dan ibunda Aisyah istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Celaan Syiah terhadap Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu dan ‘Aisyah Istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
Kalau ada yang sangat benci secara berlebihan atas viralnya lagu ini—di luar faktor musik yang mengiringi atau cara penyampaiannya, bahkan boleh jadi membenci hingga ke dalam hati, pastilah orang-orang tersebut adalah kelompok sesat Syiah.
Bukan bermaksud mengeneralisir kepada mereka yang kontra dengan adanya lagu ini. Akan tetapi, tulisan ini ingin menampakkan kesesatan mereka berupa kebencian dan celaan mereka terhadap para sahabat dan istri-istri Nabi.
Bagi syiah lagu ini sangat menampar wajah mereka. Doktrin kebencian yang selama ini mereka sebarkan rusak dalam hitungan hari, karena lagu ini digandrungi banyak orang.
Pasalnya, Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu dan Aisyah istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang selama ini mereka citrakan buruk, justru hari ini dibicarakan banyak kaum muslimin. Bahkan tak sedikit dari kalangan muda yang menghafal lirik lagu Aisyah Istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ini.
Syiah, pada awal kemunculannya adalah mereka yang lebih mengutamakan Ali radhiyallahu ‘anhu atas seluruh sahabat atau atas tiga khalifah sebelumnya; Abu Bakar, Umar dan Utsman radhiyallahu ‘anhum.
Namun seiring berjalannya waktu, penyimpangan dan kesesatan mereka semakin menjadi. Mereka mulai mengkafirkan para sahabat, menghina mereka dengan hinaan yang buruk. Mereka juga berlebihan dalam memposisikan ahlu bait, bahkan pada sekte aliran Syiah tertentu, mereka menuhankan Ali radhiyallahu ‘anhu. (Lihat: Nashir bin Abdul Karim al-Uqal, Dirasah fi al-Ahwa’ wa al-Firaq wa al-Bida’, 182)
Kebencian mereka terhadap para sahabat bisa dilihat dalam literatur-literatur yang menjadi rujukan utama mereka. Dalam kitab-kitab tulisan tokoh-tokoh mereka, terdapat riwayat-riwayat palsu yang mereka jadikan dalil legitimasi kebencian mereka kepada para sahabat Nabi yang mulia.
Seperti yang disebutkan oleh al-Kulaini, salah satu Imam rujukan kelompok Syiah, ia menyebutkan sebuah riwayat dari Ja’far ash-Shadiq yang berkata,
“Semua orang (para sahabat) murtad sepeninggal Rasulullah, kecuali tiga orang, al-Miqdad bin al-Aswad, Abu Dzar al-Ghifari, dan Salman al-Farisi.” (Muhammad bin Ya’qub al-Kulaini, Furu’ al-Kaafi, hlm. 115)
Ibnu Taimiyah menyebutkan bahwa kaum Syiah Rafidhah adalah mereka yang mencela para sahabat Nabi yang mulia, melaknat mereka, mengkafirkan seluruh sahabat atau sebagian dari mereka. (Muhammad Khalil Harras, Syarhu al-Aqidah al-Wasathiyah. Hlm.192)
Kebencian mereka terhadap para sahabat sudah menjadi bagian dari keyakinan dan iman. Bahkan kebencian terhadap para sahabat menjadi tolok ukur iman dan kufurnya seseorang.
Al-Majlisi, salah seorang tokoh rujukan pengikut aliran sesat Syiah, menuliskan sebuah riwayat dari Abu Hamzah ats-Tsumali bahwa dia pernah bertanya kepada Ali bin Husain tentang Abu Bakar dan Umar, maka dia menjawab,
“Mereka berdua kafir, dan kafir pula yang setia kepada keduanya.” (Muhammad Baqir al-Majlisi, Bihar al-Anwar, 69/ 137-138)
Tentu riwayat-riwayat yang mereka sandarkan kepada ahlu bait Nabi adalah palsu. Bahwa sesungguhnya Ali bin Husain dan ahlu bait berlepas diri dari kedustaan yang mereka buat. (Abdullah bin Muhammad as-Salafi, Min ‘Aqaidi asy-Syiah, 20)
Kelompok ini juga tidak segan membuat tafsiran-tafsiran menyesatkan yang berisi cacian mereka terhadap Abu Bakar dan Umar radhiyallahu ‘anhuma. Seperti Al-Qummi, salah satu ulama tafsir kawakan syiah, ketika menafsirkan surat an-Nahl ayat 90:
وَيَنۡهَىٰ عَنِ ٱلۡفَحۡشَآءِ وَٱلۡمُنكَرِ وَٱلۡبَغۡيِ
“Dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan.”
Al-Qummi menafsirkan maksud dari perbuatan keji adalah Abu Bakar, kemungkaran adalah Umar bin Khattab, dan Permusuhan adalah Utsman bin ‘Affan. (Lihat: Ali bin Ibrahim al-Qummi, Tafsir al-Qummi, 1/390)
Mereka juga menyebut Abu Bakar ash-Siddiq dan Umar al-Faruq radhiyallahu ‘anhuma sebagai jibt dan thagut. (Lihat: Al-Kulaini, Usul al-Kafi, 1/429.) Kebencian mereka terhadap Abu Bakar dan Umar dilandasi tuduhan bahwa keduanya adalah perampas hak Ali sebagai Khalifah setelah Rasulullah.
Sumber: dakwah.id